KORUPSI MERAKIT, MASYARAKAT MENJERIT!
Sumber : https://rinoaprilio.top
KORUPSI
MERAKIT, MASYARAKAT MENJERIT!
Zaman sekarang, salah satu penyakit yang menyerang dan mulai
mewabah di Indonesia yang selalu menjadi trending-topic
yaitu tindak pidana korupsi.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legalmenyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak. (sumber : https://id.wikipedia.org)
Biasanya tindak pidana korupsi ini seringkali tidak hanya
dilakukan oleh satu orang saja, namun melibatkan banyak orang dalam bentuk
persekongkolan antara mereka, maka terjadilah apa yang disebut kolusi.
Kolusi adalah
bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara ilegal pula
(melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. (sumber : muhammad-monaadha.blogspot.com)
Dan yang terakhir adalah nepotisme. Nepotisme adalah tindakan
memilih pejabat negara berdasarkan atas azaz kekeluargaan.
Korupsi dalam segala bentuk dan motifnya
ataupun tujuannya sangat membahayakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Ibarat penyakit, korupsi adalah penyakit kanker atau tumor, yang
bila dibiarkan menjangkiti tubuh bangsa atau masyarakat akan dapat
menghancurkan dan membunuhnya cepat atau lambat. Maka dari itu koruptor atau
para tikus-tikus berdasi ini memang harus sesegera mungkin dibasmi. Ironisnya,
tindak pidana korupsi kadang jauh dari penglihatan para penegak-penegak hukum.
Biasanya para koruptor menutupi topengnya sebagai perampok harta masyarakat
dengan bertindak sebagai dermawan yang senang membagi-bagikan hartanya dengan
banyak orang, namun tentu saja tidak sebanding dengan apa yang dirampoknya
tentunya. Hanya karena kepandaian memoles citra sehingga ia tidak dibenci,
melainkan dicintai bak pahlawan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
korupsi tidak hanya merusak bidang ekonomi saja, tetapi juga politik dan bahkan
hukum. Kekayaan melimpah negeri kita yang seharusnya menjadi modal
menyejahterakan rakyat, justru menjadi bulan-bulanan para pejabat negara untuk
berlomba-lomba menjadikan nya milik pribadi. Ketika rakyat bersusah payah
bekerja dan menyisihkan sebagian hasilnya untuk negara dalam bentuk setoran
pajak atau pungutan-pungutan lain, dalam waktu yang sama para pejabat seenaknya
menikmati uang negara.
Kekayaan negara yang seharusnya dikelola
kemakmuran rakyuntuk at benyak dirampok oleh para pemegang amanah pengelolaan
kekayaan tersebut. Maka tidak heran kalau kemudian banyak bermunculan
orang-orang kaya mendadak di kalangan mereka. Sementara rakyat yang seharusnya
menikmati kekayaan negerinya justru tetap miskin dan terbelakang. Miris bukan?
Banyaknya masyarakat yang berada ditempat yang tidak terjamah oleh media
bersusah payah bekerja keras hanya untuk menghidupi keluarganya sehari-hari,
banyaknya gizi buruk yang terjadiakibat kelaparan, banyaknya masyarakat yang
tidak bisa berobat dengan layak dikarenakan alasan ekonomi, sedangkan para
pejabat negara berleha-leha menikmati kekayaan yang sebenarnya bukan hak
mereka. Contohnya kehidupan masyarakat di pedalaman Papua, Kalimantan, dan
beberapa daerah lain.
Dalam bidang hukum, Korupsi Kolusi dan Nepotisme
telah merusak sendi-sendi keadilan, yang saat ini menjadi barang mewah dan
mahal, yang hanya bisa didapat oleh mereka yang berduit dan berkuasa. Dalam
praktek peradilan dan hukum negara, pasal undang-undang telah dijadikan sesuatu
hal yang diperdagangkan oleh orang atau lembaga yang seharusnya memberi
keadilan kepada pencari keadilan. Ironisnya, masyarakat dalam keadaan tidak
berdaya dengan terpaksa harus membeli keadilan berapapun harganya, dengan
segala upaya dan daya yang ada pada diri mereka.
Memang, tindak pidana korupsi bagaikan lingkaran
setan dan benang kusut yang sulit diurai, dan sulit menentukan dari mana harus
dimulai pembenahannya. Ujung-ujungnya, tentu bisa ditebak, bila si calon telah
menduduki jabatan, dia akan berhitung berapa uang yang telah dikeluarkan dalam
meraih jabatan tersebut dan berapa keuntungan yang harus dan bisa didapat dari
jabatannya, baik secara resmi maupun yang tidak resmi, termasuk melalui
tindakan-tindakan korupsi. Tentu saja ini menjadi hal yang paling miris namun
rasanya telah mendarah daging dalam lingkup dunia politik, hanya saja semuanya
kembali ke pribadi kita masing-masing, mulai dari keimanan diri sendiri yang
harus ditanamkan, kita juga perlu sadar bahwa masih banyak kalangan dibawah
kita yang malah tidak bisa makan sedangkan kita dengan tapa merasa bersalah
menggunakan hak mereka untuk kepentingan pribadi, kemudian mengajak lingkungan
kita, dimulai dari yang terdekat dengan diri kita kemudian yang lebih jauh.
Karena mustahil kita akan mampu memperbaiki dan menjadikan lingkungan kita
menjadi baik dan bersih, sementara diri kita tidak baik dan kotor dan selalu
mengotori lingkungan kita.
Komentar
Posting Komentar